Sunat perempuan menurut Islam masih masih menjadi perdebatan. Perbedaan pendapat ini terdapat pada beberapa pandangan mazhab dan juga jumhur ulama. Tindakan khitan sendiri sudah mulai sejak zaman Nabi Ibrahim. Menurut ajaran agama Islam, tindakan medis sunat hukumnya wajib. Namun untuk perempuan, tindakan medis sunat masih menjadi perdebatan. Dalam Islam, tindakan medis sunat hukumnya wajib karena termasuk bagian dari bersuci.
Sunat Perempuan dalam Pandangan Islam
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Jika terdapat lima macam yang termasuk dalam fitrah, yaitu tindakan khitan, mencukur rambut di daerah dekat alat kelamin, menggunting kumis, mencabut bulu ketiak dan juga memotong kuku.” (HR. Bukhari, Ahmad dan Muslim).
Dalam riwayat lainnya, Nabi Muhammad SAW bersabda,”Tindakan khitan adalah sunnah (ketetapan Rasul), bagi laki-laki dan makrumah atau kemuliaan bagi perempuan”. (HR. Ahmad). Terkait tindakan sunat pada pandangan agama Islam, masih menjadi perdebatan pada kalangan ulama.
Pada ulama Mazhab Syafi’iyah berpendapat jika khitan menjadi tindakan medis yang wajib bagi laki-laki dan juga perempuan. Namun untuk ulama lain berpendapat, jika tindakan sunat sebagai sesuatu yang wajib, sunah ataupun mubah. Imam Ahmad berpendapat, jika tindakan medis sunat wajib bagi laki-laki dan keutamaan bagi perempuan. Mengutip dari Healthline (2021), WHO menyatakan jika FGM atau Female Genital Multitation adalah tindakan medis yang tidak memiliki manfaat bagi kesehatan dan malah membahayakan untuk perempuan. Tindakan FGM bisa menghilangkan serta merusak jaringan genital pada perempuan yang sehat dan normal serta bisa mengganggu fungsi alami pada tubuh perempuan.
Hukum Sunat Perempuan di Indonesia
Di Indonesia, melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Republik Indonesia Nomor 1636/Menkes/Per/XI/2010 pemerintah menyatakan, jika sunat perempuan adalah kegiatan melukai, menggores kulit yang menutupi bagian depan klitoris pada perempuan. Tindakan medis ini, tidak terlalu mirip dengan tindakan FGM. Sunat perempuan hanya bisa dilakukan oleh dokter, perawat, bidan yang telah mendapatkan surat izin resmi atau surat izin kerja dari pemerintah. Kemudian, Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Republik Indonesia Nomor 1636/Menkes/Per/XI/2010 dicabut dan digantikan dengan munculnya Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Republik Indonesia Nomor 6 Tahun. Dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia pada 07 Mei 2008 menjelaskan tentang Hukum Pelarangan Melaksanakan Khitan untuk Perempuan. Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjelaskan jika bagi laki-laki dan juga perempuan terkait khitan adalah hal yang berbeda. Kemudian, perempuan tidak bisa melakukan sunat jika mereka memiliki penyakit infeksi genitalia eksterna atau infeksi umum.
Tata Cara
Sunat perempuan menurut Islam adalah tindakan makrumah, yaitu salah satu bentuk ibadah yang dianjurkan. Dalam fatwa tersebut menjelaskan jika standar melakukan khitan perempuan, seperti berikut:
- Sunat perempuan cukup dengan menghilangkan selaput preputium/ jaldah/ colum yang menutupi klitoris pada perempuan,
- Khitan perempuan tidak boleh berlebihan,
- Melukai dan memotong klitoris atau insisi dan eksisi yang mengakibatkan dharar.
Organisasi Islam Nahdlatul Ulama (NU), dalam Keputusan Muktamar ke-32, nomor IV/MNU-32/III/2010, menyebutkan, jika pelarangan tindakan khitan pada perempuan, tidak memiliki dalil yang syar’i. Sunat perempuan adalah dengan cara menghilangkan sebagian atau sedikit kulit ari yang menutupi bagian klitoris dan bukan membuangnya. Hal ini mengutip dalam riwayat Ummu ‘Athiyah al-Anshariyah tentang seorang perempuan yang menjalani tindakan sunat di Madinah. Sementara itu, dalam hadits Nabi Muhammad SAW berkata jika, “Jangan kamu habiskan dengan memotongnya, sungguh itu lebih baik untuk perempuan dan bisa menyenangkan suami (HR. Abu Dawud).”
Sedangkan menurut Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Fuad Thohari pada 26 April 2018, menjelaskan jika tata cara sunat perempuan penting karena pada praktiknya masih terdapat perbedaan. Di satu sisi, sunat perempuan memang baik jika menurut ajaran agama, namun bisa membahayakan.